Klaten, My City?

Jujur saja, sebelumnya saya sangat tidak tertarik dengan kota ini (Maaf untuk kejujuran yang sangat tidak menyenangkan ini). Meski di KTP jelas terpampang saya lahir di Klaten, tapi masa sekolah dan masa-masa bermain dengan sukses saya habiskan di Kalasan, Sleman bagian timur. Ditambah lagi beberapa peristiwa tragis yang pernah membuat saya nangis-nangis bombay yang kok ya ndilalah terjadi di klaten, yang akhirnya membuat saya semakin tidak berminat, bahkan sekedar untuk tahu, apa dan bagaimana Klaten itu.

Sampai akhirnya beberapa bulan terakhir, temen-temen di Salatiga selalu mengingatkan saya untuk ‘kembali ke rumah’, lalu berturut-turut seorang teman yang tuna netra dan cerdas luar biasa mendadak mengajak saya membuat sebuah ‘komunitas’ belajar di wilayah klaten (dan untuk yang ini tanpa pikir panjang saya mengangguk! J). Lalu mulailah saya browsing ini-itu, bertanya-tanya pada mbah google, apa dan bagaimana klaten itu sebenarnya.

Dan Olala…Jreng! Saya mengalami syndrome bernama over estimate ketika yang saya dapatkan tidak seperti yang saya harapkan. Informasi tentang komunitas di Klaten nyaris tidak ada. Tapi saya bersyukur masih ada klaten.net yang baru saja dirilis, ada komunitas facebook Klaten, komunitas musisi anak jalanan, hanya saja saya tidak menemukan komunitas-komunitas yang saya cari itu, entah tari (selain penari di candi Prambanan), teater, budaya, pendidikan, atau semacamnya (padahal menurutku kota ini sangat kaya, bayangpun, masterpiece candi hindu-budha ada di daerah ini!). Hmm…Kalau hanya organisasi formal, saya bisa dengan mudah menemukannya. Sebutlah partai ini atau itu, Karang taruna ini-itu, remaja masjid desa sana-sini, pengelola TPA, dst dst.. Tapi yang saya cari bukan itu.

Mungkin saya terlalu tergesa mengambil kesimpulan, tapi ada atau belum ada komunitas macam itu, saya dan beberapa teman tetap ingin memulainya. Kami ingin mengembalikan ‘belajar’ kepada makna yang sesungguhnya, sebuah tempat dimana setiap orang mendapatkan haknya untuk belajar, apapun dan dimanapun itu, juga berproses bersama untuk lebih memahami diri sebagai seorang manusia yang mengenal Tuhannya. Manusia seutuhnya.

[Salatiga Yang berkabut : 26 Maret 2010]

7 respons untuk ‘Klaten, My City?

  1. huehehehehe…yayaya…mb ari yg srkg ternyata tetap mb ari yg kukenal dalam benakku bbrp tahun yg lalu di al mannar…halah berasa lama bgt ya!kyknya g ktmu…xixixi…:-p

    1. he he he he ^_^
      kata beberapa orang, yang abadi adalah ketidak-abadian.
      hmm aku juga heran, beberapa tahun berselang ada saja dalam diriku yang ‘tidak berubah’.

  2. hmm aku juga heran, beberapa tahun berselang ada saja dalam diriku yang ‘tidak berubah’….>>>mungkin itu yang dinamakan ‘WATAK’ mb! ^o^

Tinggalkan komentar